Kamis, 24 Februari 2011

KETIKA KURASAKAN KERINDUAN


By; hamid qadri*
Sayub bunyi rebana menggema menembus gelapnya malam. Malam yang dingin itu membuat manusia terlelap dalam mimpi-mimpi indah di bawah hangatnya selimut. Tapi suara rebana itu seakan semakin kencang. Rebana apakah ini? kenapa aku sulit memejamkan mata gara-gara rebana itu? oh coba ku lihat di luar, apa yang terjadi? Meski udara sangat dingin, aku melangkah keluar dengan jaket tebal untuk menolak hawa dingin, ya Allah...tak ada suara apapun di sini, lantas bunyi tadi dari mana? Aku hanya melihat bangunan besar yang tiap hari ku lihat. Tapi kenapa malam itu hatiku terdorong untuk melihat bangunan itu, ku lihat beberapa orang berdiri tegap bak sebatang pohon yang kokoh, ada pula orang yang duduk, ada yang sujud dengan khusyu’dan ada yang bersila dengan mushaf ditangan.Meski udara sangat dingin tapi wajah-wajah itu sangat segar dan berseri-seri, ingin rasanya kupeluk dan kucium wajah-wajah suci itu, tapi aku kwatir mengganggu ketenangan mereka, mereka tampak asyik dengan munajat dan do’a-do’a yang mereka panjatkan.
Jarum jam menunjukkan pukul 02.00 aku coba melangkah lebih jauh kedalam bangunan itu, setiap kulangkahkan kakiku, terasa desiran aneh yang berdesir dalam jiwaku, batinku semakin tenang, tentram dan syahdu, ya Allah ..ada apa ini? Kuraba wajahku, ternyata pipiku penuh dengan air mata yang sejak tadi mengalir dengan derasnya.
Didepan mihrab aku duduk bersimpuh menghadap Qiblat. Kedamaian memenuhi sanubariku, suasana Syahdu memenuhi jiwaku, ruhku terbang menuju alam kesucian dan hatiku sejuk dalam kedamaian hakiki seakan setetes embun pagi menyiram jiwaku, malam itu adalah malam jumat, yang biasanya di musalla Ahlul Kisa` di bacakan maulid Diya’ullami’ yang dipimpin oleh seorang yang berwajah syahdu dan berhati mulia, namun sore itu sosok suci itu tidak terlihat didepan mihrab, bukankah tiap sore dia memimpin dan memnyirami jiwa-jiwa yang gersang akan siraman lembut tarbiyahnya? Hatiku semakin goncang, tetesan air mata semakin deras, batinku menjerit, kemana kekesihku? Kemana wajah yang bercahaya itu? Aku merindukanya, aku ingin memeluknya, ku ingin menggenggam jari-jemari sucinya, aku rindu suaranya, aku ingin melihat akhlaknya dan ingin menyaksikan kesucian dan ketulusan jiwanya yang mampu menerangi kegelapan.
Lama kuletakan dahiku kelantai dengan deraian air matayang bercucuran, menahan kerinduan yang membara, tiap terlintas wajahnya yang suci batinku pedih bak teriris sembilu, kokok ayam di pagi hari, alunan melodi yang menggaun syahdu tak mampu mengobati kerinduanku. Itulah perasaanku dan perasaan pelajar dar musthafa di bulan dzul hijjah tanpa kehadirannya, tiap tempat yang ku tempati mengingatkanku padanya, tiap jalan yang ku lalui terlintas dalam benakku saat dia berjalan dijalan itu, tiap benda, tiap orang yang kulihat membuatku memanggil namanya.
Kalau itu adalah perasaanku padanya, yang hanya ditinggal sementara, bagamaina perasaan sahabat rasulullah ketika baginda Nabi menghadap Sang Pencipta? Sayyidina Umar kehilangan emosinya dan berkata ” barang siapa yang mengatakan Muhammad wafat kan ku penggal batang lehernya ”. Sayyidah Fatimah tidak pernah tersenyum sejak itu sampai menjelang ajalnya.
Disitu juga ada Bilal bin Rabah si budak hitam namun berhati mulya nan suci. Ketika Rasulullah wafat dia tidak kuasa tinggal di kota Madinah, kerena tiap sesuatu yang dijumpainya mengingatkanya pada Rasulullah SAW, bila dia di Masjid terbayangkan padanya saat-saat Rasulullah shalat dimasjid itu, bila dia melintas disuatu jalan terlintas dalam benaknya masa-masa Rasulullah berjalan di jalan itu, benda yang dilihatnya, orang yang dijumpainya mengingatkan pada sang kekasih Rasulullah SAW. Siang dan malam hanya wajah Rasulullah SAW yang terlintas dalam bayanganya. Hingga akhirnya dia hijrah dari kota Madinah menuju kenegara Syam (Syiria).
Setelah satu tahun Bilal tinggal di Syam dia bermimpi bertemu Rasulullah dan berkata padanya “ Hai bilal..kenapa engkau tidak mengunjungiku? Apakah kau sudah lupa padaku? “ Bilal terbangun dengan air mata berderai. Keesokan harinya dia segera bergegas menuju Madinah, sesampainya diMadinah, Bilal sesenggukan didepan pusara baginda Nabi kekasihnya, hatinya dipenuhi perasaan sedih karena kerinduan.
Setelah itu dia bertemu dengan para sahabat Nabi, para sahabat memintanya melantunkan Azan seperti masa-masa Rasulullah SAW, dengan halus Bilal menolak permintaan para sahabat tersebut, Dia berkata “ aku hanya azan untuk Rasulullah SAW “ itulah ucapan bilal meski yang memintanya adalah para pembesar sahabat seperti Sayyidina Abubakar dan Sayyidina Umar.
Ketika Bilal berada dimasjid, tiba-tiba muncul dua orang pemuda dari pintu masjid, ingatan Bilal segera kembali ke masa-masa indah bersama Rasulullah SAW, dia teringat ketika Rasulullah SAW muncul dari pintu masjid dengan menggandeng dua orang pemuda itu, keduanya adalah al-Hasan dan al-Husain. Bilal segera memeluk keduanya dengan air mata berderai. Dan dua orang pemuda itu meminta Bilal untuk azan “ Hai Bilal...azanlah untuk kami sebagimana engkau dahulu azan untuk kakek kami Rasulullah SAW “ Bilal berkata “Aku telah menolak permintaan para sahabat, namun kalau aku menolak permintaan kalian, apa yang harus kukatakan nanti pada kakek kalian” Akhirnya Bilal Azan.
Sejak Rasulullah wafat penduduk Madinah tidak pernah mendengar suara merdu azan Bilal, maka disaat dia azan pada waktu itu, kota Madinah menjadi gaduh, semuanya terkejut, suara Bilal membawa suasana dimasa-masa indah bersama Rasulullah. Tua muda menangis teringat pada Rasulullah SAW. kaum wanita keluar dari rumahnya lupa memakai kerudung karena panik, mereka berkata “ apakah kiamat telah tiba? apakah Rasulullah hidup kembali?” kerinduan telah menguasai kota Madinah. ketika Bilal sampai pada kata-kata Asyhadu anna Muhammdarasulullah Bilal tidak mampu meneruskan azannya. karena tidak kuasa menyebut nama Muhammad.
Kerinduan adalah perasaan hati yang denganya hidup menjadi Indah, tanpa kerinduan hidup terasa hampa tiada arti. hanya saja pada siapakah kita rindu??!


* Penulis adalah sastrawan padang pasir kesiangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar